PENDIDIKAN MENURUT IBNU KHALDUN
A. Riwayat singkat Hidup Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah berasal dari
keluarga politisi, intelektual, dan aristocrat. Keluarganya, sebelum menyebrang
ke Afrika, adalah pemimpin politik di Moorish, Spanyol, selama beberapa abad.
Beliau dilahirkan tanggal 7 Mei 1332 di tunisi dan diberi nama lengkap oleh
ayahnya yaitu Abdur Rahman Abu Zayd ibn Muhammad Ibn Khaldun.[1]
Latar belakang keluarga dan
situasi saat dilahirkannya tampaknya merupakan fakktor yang menentukan dalam
perkembangan pemikirannya. Keluarganya telah mewariskan tradisi intelektual ke
dalam dirinya, sedangkan masa ketika ia hidup ditandai oleh jatuh bangunnya
dinasti-dinasti Islam, terutama dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah memberikan
kerangka berfikir dan teori-teori ilmu sosialnya serta filsafatnya.
Sebagaimana para pemikir Islam
lainnya, pendidikan pada masa kecilnya berlangsung secara tradisional. Artinya
harus belajar membaca Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Sastra, dan Nahwu Sharaf dengan
sarjana yang terkenal waktu itu.
A. Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun
1.
Pandangan tentang manusia didik
Ibnu
Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya,
sebagaimana yang acapkali dibicarakan pada filosof, baik Islam maupun luar
Islam. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya
dengan kelompok-kelompok ada di masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun,
manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang.[2]
Adapun
perbedaannya yaitu manusia memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk
menghasilkan kebutuhan hidupnya, dan memilikin sikap hidup bermasyarakat guna
untuk saling tolong menolong.
2. Pandangan tentang ilmu
Ibnu
Khaldun berpendapat, bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan
dipengaruhi oleh peradaban.[3]
Pada bagian lain Ibnu Khaldun mengatakan bahwa adanya perbedaan lapisan sosial
timbul dari hasil kecerdasnnya yang diproses melalui pengajaran. Adapun menurut
Ibnu Khaldun ilmu pengetahuan terbagi menjadi tiga macam, yaitu:[4]
a.
Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa
(gramatika), sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis (syair).
b.
Ilmu naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci
dan sunnah Nabi.
c.
Ilmu ‘Aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan
manusia dengan daya fikir atau kecenderungannya kepada filsafat dan semua ilmi
pengetahuan. Termasuk di dalam kategori ilmu ini adalah:
1.
Ilmu mantiq
2.
Ilmu alam
3.
Ilmu ketuhanan
4.
Ilmu teknik
5.
Ilmu hitung
6.
Ilmu tingkah laku manusia
7.
Ilmu sihir
8.
Ilmu nujum
Di antara ilmu tersebut ada yang
harus diajarkan kepada anak didik yaitu:
1)
Ilmu syari’ah dengan segala jenisnya.
2)
Ilmu filsafat seperti ilmu alam dan ilmu kketuhanan.
3)
Ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu
bahasa, gramatika, dan sebagainya.
4)
Ilmu alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmi
mantiq
Selain
itu Ibnu Khaldun berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali
harus diajarkan kepada anak, karena mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak
termasuk syari’at Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung
tinggi oleh setiap negara Islam.
2.
Metode Pengajaran
Menurut
Ibnu Khaldun bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan
bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan
sedikit demi sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal
mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya, kemudian keteterangan
tersebut harus diberikan secara umum,
dengan memperhatikan kekuatan fikiran pelajar dan kesanggupannya dalam memahami
apa yang diberikan.
Setelah
itu, apabila ia telah menguasai seluruh pembahasan tersebut, maka ia telah
memperoleh keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan tersebut, tetapi itu baru
saja sebagian keahlian yang dimilikinya, adapun ada beberapa keahlian-keahlian
yang lain yang dimilikinya. Dengan demikian, apabila pembahasan tersebut belu
dicapai dengan baik, mak harus
diulanginya kembali ssehingga benar-benar dikuasai.
Permikirannya
tentang pendidikan dan pengajaran tampaknya tidak berbeda dengan ilmuan
sebelumnya, tetapi ia meng klasifikasikan ilmu pengetahuan agama, ilmu-ilmu
bahasa, dan ilmu-ilmu pengetahuan umum.[5] Ia
mengemukakan kembali, bahwa upaya belajar mengajar harus berangsur-angsur,
artinya semua pelajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak yang secara
alami berkembang secara berangsur-angsur dan bertahap. Menurutnya, tahapan
tahapannya yaitu:
a.
Tahap pertama diajarkan hanya sekedar pengantar
setiap bab dari pembahasan yang telah dipelajari.
b.
Tahap selanjutnya, diajarkan lebih mendalam lagi
sampai diperluas pada hal-hal yang lebih mendetil lagi termasuk pendapat ilmuan
yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
3.
Tujuan pendidikan
Menurut
Ibnu Khaldun, tujuan pendidikan yang pertama adalah membina akal agar memiliki
kemampuan berfikir dan layar yang tinggi, dan yang kedua yaitu membina anggota
jasmani agar terampil melakukan sesuatu pekerjaan secara tepat dan cepat.
Dengan berdasarkan penjelasan tersebut, maka sasaran yang akan dicapainya dalam
kegiatan pendidikan dan pengajaran antara lain:[6]
a.
Kegiatan pengajaran akan efektif jika pelajaran akan efektif jika pelajaran
diberikan secara berangsur-angsur dalam berkesinambungan.
b.
Tidak memcampuradukan beberapa masalah dengan
pelajaran yang sedang diajarkannya. Dengan demikian anak didik tidak
menguasai satupun materi atau masalah
dengan baik.
c.
Interval waktu antara mempelajari suatu ilmu dengan
ilmu yang lainnya tidak boleh terlalu panjang sehingga anak tidak sampai lupa
akan ilmu yang baru dipelajari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar