Translate

Minggu, 29 April 2012

PENDIDIKAN MENURUT IBNU KHALDUN


PENDIDIKAN MENURUT IBNU KHALDUN
A.  Riwayat  singkat Hidup Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah berasal dari keluarga politisi, intelektual, dan aristocrat. Keluarganya, sebelum menyebrang ke Afrika, adalah pemimpin politik di Moorish, Spanyol, selama beberapa abad. Beliau dilahirkan tanggal 7 Mei 1332 di tunisi dan diberi nama lengkap oleh ayahnya yaitu Abdur Rahman Abu Zayd ibn Muhammad Ibn Khaldun.[1]
Latar belakang keluarga dan situasi saat dilahirkannya tampaknya merupakan fakktor yang menentukan dalam perkembangan pemikirannya. Keluarganya telah mewariskan tradisi intelektual ke dalam dirinya, sedangkan masa ketika ia hidup ditandai oleh jatuh bangunnya dinasti-dinasti Islam, terutama dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah memberikan kerangka berfikir dan teori-teori ilmu sosialnya serta filsafatnya.
Sebagaimana para pemikir Islam lainnya, pendidikan pada masa kecilnya berlangsung secara tradisional. Artinya harus belajar membaca Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Sastra, dan Nahwu Sharaf dengan sarjana yang terkenal waktu itu.
A.  Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun
1.      Pandangan tentang manusia didik
Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang acapkali dibicarakan pada filosof, baik Islam maupun luar Islam. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan  kelompok-kelompok  ada di masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya, khususnya binatang.[2]



Adapun perbedaannya yaitu manusia memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, dan memilikin sikap hidup bermasyarakat guna untuk saling tolong menolong.
2. Pandangan tentang ilmu
Ibnu Khaldun berpendapat, bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi  oleh peradaban.[3] Pada bagian lain Ibnu Khaldun mengatakan bahwa adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasnnya yang diproses melalui pengajaran. Adapun menurut Ibnu Khaldun ilmu pengetahuan terbagi menjadi tiga macam, yaitu:[4]
a.       Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika), sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis (syair).
b.      Ilmu naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi.
c.       Ilmu ‘Aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya fikir atau kecenderungannya kepada filsafat dan semua ilmi pengetahuan. Termasuk di dalam kategori ilmu ini adalah:
1.      Ilmu  mantiq
2.      Ilmu  alam
3.      Ilmu  ketuhanan
4.      Ilmu  teknik
5.      Ilmu hitung
6.      Ilmu tingkah laku manusia
7.      Ilmu sihir
8.      Ilmu nujum





Di antara ilmu tersebut ada yang harus diajarkan kepada anak didik yaitu:
1)      Ilmu syari’ah dengan segala jenisnya.
2)      Ilmu filsafat seperti ilmu alam dan ilmu kketuhanan.
3)      Ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu bahasa, gramatika, dan sebagainya.
4)      Ilmu alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmi mantiq

Selain itu Ibnu Khaldun berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak, karena mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak termasuk syari’at Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap negara Islam.
2.      Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Khaldun bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya, kemudian keteterangan tersebut harus diberikan  secara umum, dengan memperhatikan kekuatan fikiran pelajar dan kesanggupannya dalam memahami apa yang diberikan.
Setelah itu, apabila ia telah menguasai seluruh pembahasan tersebut, maka ia telah memperoleh keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan tersebut, tetapi itu baru saja sebagian keahlian yang dimilikinya, adapun ada beberapa keahlian-keahlian yang lain yang dimilikinya. Dengan demikian, apabila pembahasan tersebut belu dicapai dengan baik, mak     harus diulanginya kembali ssehingga benar-benar dikuasai.





Permikirannya tentang pendidikan dan pengajaran tampaknya tidak berbeda dengan ilmuan sebelumnya, tetapi ia meng klasifikasikan ilmu pengetahuan agama, ilmu-ilmu bahasa, dan ilmu-ilmu pengetahuan umum.[5] Ia mengemukakan kembali, bahwa upaya belajar mengajar harus berangsur-angsur, artinya semua pelajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak yang secara alami berkembang secara berangsur-angsur dan bertahap. Menurutnya, tahapan tahapannya yaitu:
a.       Tahap pertama diajarkan hanya sekedar pengantar setiap bab dari pembahasan yang telah dipelajari.
b.      Tahap selanjutnya, diajarkan lebih mendalam lagi sampai diperluas pada hal-hal yang lebih mendetil lagi termasuk pendapat ilmuan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya.

3.      Tujuan  pendidikan
Menurut Ibnu Khaldun, tujuan pendidikan yang pertama adalah membina akal agar memiliki kemampuan berfikir dan layar yang tinggi, dan yang kedua yaitu membina anggota jasmani agar terampil melakukan sesuatu pekerjaan secara tepat dan cepat. Dengan berdasarkan penjelasan tersebut, maka sasaran yang akan dicapainya dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran antara lain:[6]
a.       Kegiatan pengajaran akan efektif  jika pelajaran akan efektif jika pelajaran diberikan secara berangsur-angsur dalam berkesinambungan.
b.      Tidak memcampuradukan beberapa masalah dengan pelajaran yang sedang diajarkannya. Dengan demikian anak didik tidak menguasai  satupun materi atau masalah dengan baik.
c.       Interval waktu antara mempelajari suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya tidak boleh terlalu panjang sehingga anak tidak sampai lupa akan ilmu yang baru dipelajari.



[1] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005),  Hal. 221.
[2] Ibid hal 224
[3] Ibid hal 225
[4] Ibid hal 225
[5]H.M  Asy’ari, Konsep Pendidikan Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2011), Hal. 118.
[6] Ibid., hal 119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar