BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem
manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu,
manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada
satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi
terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru
dibidang pendidikan.
Seiring
bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi
paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan.
Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan mengenai
otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah
(MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang
sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan
muncul kemandirian sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
·
Apa pengertian
manajemen pendidikan berbasis sekolah?
·
Apa tujuan dan
strategi menejemen pendidikan berbasis sekolah?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari manajemen sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan
pemerataan pendidikan yang ada di Indonesia. Dan juga untuk mendirikan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumberdaya
untuk meningkatkan mutu sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, “manajemen berbasis sekolah atau
madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan,
yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan guru dibantu oleh komite
sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat
diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan” yang menginginkan adanya
perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan
memberikan kewewenangan kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Pada
prinsinya sekolah memperoleh kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab yang
tinggi dalam meningkatkan kinerja.
Roger Scott menyatakan
bahwa dalam model sekolah yang menerapkan pendekatan MPBS dalam pengelolaannya,
guru dan staf lainnya dapat menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi
mereka dalam membuat keputusan.sehingga rasa kepemilikan terhadap sekolah
menjadi lebih tinggi dan penggunaan sumber daya pendidikan lebih optimal dan
diperoleh hasil yang lebih baik[1].
Dalam MPBS,
pihak sekolah, masyarakat dan pemerintah mempunyai peran masing-masing yang
saling mendukung. Sekolah berada pada bagian terdepan dan utama dalam proses
pembuatan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan, masyarakat sebagai
partisipasi untuk lebih memahami, membantu dan mengontrol proses pendidikan.
Sedangkan
pemerintah berperan sebagai peletek kerangka dasar kebijakan pendidikan serta
menjadi fasilitator yang akan mendukung secara kondusif tercapainya peningkatan
kualitas pendidikan di sekolah.
Dalam buku
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat
pendidikan menengah umum, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas (1999:6-7) ( yang dikutip
oleh Drs. Amiruddin Siahaan, M.Pd dkk, dalam bukunya yang berjudul manajemen pendidikan berbasis sekolah)
diungkapkan beberapa indikator tanggung jawab masing-masing pihak, antara lain
sebagai berikut[2]
:
1) Lingkungan
sekolah yang aman dan tertib
2) Sekolah
memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai
3) Sekolah
memiliki kepemimpinan yang kuat
4) Adanya
harapan yang tinggi dari personil sekolah untuk berpartisipasi
5) Adanya
pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK
6) Adanya
pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan
administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan atau perbaikan
mutu
7) Adanya
komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat lainnya.
1)
Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia
usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah;
2)
Program sekolah disusun dan
dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar
(kurikulum), bukan kepentingan administratif saja;
3)
Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil
dan fasilitas);
4) Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola
umum atau kebiasaan;
5)
Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat;
6)
Meningkatkan profesionalisme personil sekolah;
7)
Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang;
8)
Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah
(misal: KS, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll);
9)
Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah;
B.
Implementasi
Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
Manajemen
pendidikan berbasis sekolah merupakan salah satu model inovasi pendidikan di
Indonesia sebagai muara dari desentralisasi pendidikan dalam kerangka proses
reformasi pendidikan. Salah satu wujud dari kesungguhan konteks implementasi
MPBS adalah dilakukan melalui perenungan, yaitu bertanya dan mempertanyakan apa
nilai tambah yang bisa diraih dalam upaya penigkatan mutu pendidikan.
Asumsi
yang mendasari implementasi MPBS adalah sekolah dipandang sebagai suatu lembaga
layanan jasa pendidikan dimana kepala sekolah adalah manajer pendidikan, kepala
sekolah dituntut bertanggung jab terhadap peningkatan mutu pendidikan. Untuk
menghasilkan mutu yang baik, konsep MPBS memperhatikan aspek-aspek mutu yang
harus dikendalikan secara komprehensif, yaitu[4] :
1) Karakteristik
mutu pendidikan
2) Pembiayaan
3) Metode
atau sistem penyampaian bahan materi pelajaran
4) Pelayanan
kepada siswa dan orang tua, serta masyarakat.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, konsep MBS memiliki
instrumen kunci yang dikenal dengan nama Komite Sekolah. Tidak hanya itu,
menurut Dr.
JC Tukiman Taruna, seorang pakar pendidikan, implementasi MBS secara ideal
mensyaratkan beberapa hal yaitu[5]
1) peningkatan
kualitas manajemen sekolah yang terlihat melalui transparansi keuangan,
perencanaan partisipatif, dan tanggung-gugat (akuntabilitas),
2) peningkatan
pembelajaran melalui PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan), dan
3) peningkatan peran
serta masyarakat melalui intensitas kepedulian masyarakat terhadap sekolah
C. Strategi
Manajemen Berbasis Sekolah
a) Pemberian
otonomi sekolah
Manajemen
pendidikan berbasis sekolah menganjurkan sekolah untuk dapat membiasakan diri
membuat perencanaan, pengorganisasian, penyelenggaraan dan melakukan evaluasi
terhadap programnya, sehingga dapat memberikan otonomi ke sekolah-sekolah.
Pemberian otonomi membuat sekolah memiliki kemampuan dan terbiasa
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau tantangan yang
sedang dan akan dialaminya. Pemberian otonomi akan mengurangi beban sekolah,
beban tersebut antara lain[6] :
1) Secara
terpaksa harus memahami perilaku satuan atasan
2) Tidak
terbiasa memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya fasilitas secara
maksimal
3) Gamang
menerima kritik dari steakholders
4) Menganggap
sekolah sebagai organisasi tertutup karena tidak membuka akses kepada
masyarakat
5) Tidak
terbiasa melakukan perubahan
6) Terasing
dengan lingkungannya
7) Menganggap
peserta didik hanya sebagai warga yang perlu pengetahuan
8) Terlalu
ketat dengan struktu dan hirarki birokratis
9) Menerima
perlakuan yang sama dari satuan atasan.
Kepemimpinan
sekolah yang dijalankan oleh kepala sekolah dituntut untuk dapat memanfaatkan
serta menggerakkan sumber daya yang ada agar secara aktif bahkan proaktif
terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga melakukan evaluasi terhadap seluruh program yang telah dilaksanakan.
Pemberian otonomi yang diberikan di sekolah-sekolah merupakan awal dari
penerapan baru manajemen persekolahan, yang diharapkan dapat
memberikan pelayanan terhadap masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan.
b) Meningkatkan
partisipasi masyarakat
Masyarakat
adalah variabel yang akan memberikan reaksi dan respon secara langsung jika
terjadi perubahan di sektor pendidikan. Masyarakat adalah stakeholders
pendidikan, yaitu kelompok atau masyarakat yang membutuhkan proses dan hasil
penyelenggaraan pendidikan. Cara-cara yang dilakukan untuk melibatkan
masyarakat antar lain melalui[7] :
1) Menghimpun
masyarakat yang peduli dengan pendidikan melalui komite sekolah
2) Memilih
dan menentukan anggota komite sekolah yang memiliki pandangan yang luas tentang
pendidikan
3) Menjadikan
komite sekolah sebagai tempat masyarakat berhimpun, memberikan bantuan dan
masukan baik yang bersifat material atau apa saja yang memungkinkan semakin
efektifnya manajemen sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan
4) Setiap
keputusan yang diambil manajemen sekolah dalam konteks pelibatan masyarakat,
dilakukan secara bersama-sama dengan pengurus komite sekolah
5) Memberikan
kesempatan kepada komite sekolah untuk mencari dana, mitra dan berbagai
kepentingan sekolah.
Masyarakat
harus dilibatkan secara aktif sehingga masyarakat memiliki kepedulian dengan
dunia pendidikan. Akan tetapi kepedulian masyarakat jangan dilibatkan secara
berlebih yaitu pelibatan masyarakat yang bersifat proporsional, dalam rangka
menjamin proses akuntabilitas sekolah sebagai lembaga politik yang wajib
memberikan kepuasan kepada masyarakat dengan berorientasi kepada perilaku
manajemen yang transparan. Bantuan-bantuan masyarakat yang diberikan masih
bersifat sederhana, yaitu[8] :
1) Kesediaan
memberikan bantuan diluar kewajiban yang harus dibayar, umpamanya dalam
membantu kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
2) Membantu
biaya perayaan hari-hari besar agama dan Negara
3) Bagi
masyarakat yang memiliki usaha, memberikan bantuan sesuai usahanya.
Pelibatan
masyarakat melalui komite sekolah merupakan salah satu aspek yang terus
dipelihara sekolah-sekolah. Sekolah harus dapt memperoleh kepercayaan dari
masyarakat melalui karya nyata yang dapat dilihat dari program sekolah yang
menghasilkan lulusan bermutu, yaitu kelulusan yang memiliki kemampuan dalam
menyerap proses pembelajaran sehingga lulusan itu sesuai dengan standar
pencapaian tujuan pendidikan.
c) Mendorong kepemimpinan kepala sekolah yang
kuat
Kepemimpinan
dalam konteks manajemen pendidikan berbasis sekolah harus dapat memiliki
kekuatan dalam mengarahkan, mengendalikan dan melakukan pembinaan terhadap sekolah,
karena kepemimpinan kepala sekolah menjadi pilar utama agar konsep-konsep MBS
itu dapat direalisir.
Kepala
sekolah yang dibutuhkan untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah
adalah[9] :
1)
Memiliki kemauan
yang kuat untuk untuk melakuakan perubahan
2)
Menyadari bahwa
perubahan adalah merupakan keharusan
3)
Berpandangan
bahwa sekolah adalah lembaga publik yang memiliki akuntabilitas dan
transparansi
4)
Memiliki arah
kebijakan pendidikan secara nasional
5)
Memiliki
keterampilan untuk mengatasi permasalahan proses pembelajaran
6)
Dapat melakukan
interaksi yang positif dengan dunia usaha dalam upaya mencari dana untuk
kepentingan sekolah
7)
Memiliki visi
yang konkrit tentang implikasi pendidikan bagi masyarakat
8)
Menyadari bahwa
masyarakat adalah mitra dan memberikan akses ke sekolah.
Pencapaian
tujuan sekolah yang efektif, memerlukan kepala sekolah yang kuat dan handal
dalam memanfaatkan berbagai sumber daya. Kepala sekolah dalam konteks penerapan
manajemen pendidikan berbasis sekolah lebih dituntut sebagai pmimpin, yaitu
orang yang melakukan tugas pengarahan dan pengendalian sehingga seluruh
personil sekolah terangsang dan sadar serta secara bersama-sama melakukan
tindakan untuk mencapai tujuan sekolah.
d) Proses
pengambilan keputusan yang demokratis
Pegambilan
keputusan dapat didefinisikan sebagai proses untuk memilih satu diantara dua
atau lebih alternatif yang tersedia yang diambil setelah melakukan analisis
terhadap mudarat dan manfaat sebuah kebijakan. Prinsip demokratis dalam
pengambilan keputusan adalah kebijakan yang diambil secara bersama-sama setelah
melakukan analisis tentang manfaat dan mudarat sebuah kebijakan berkaitan
dengan eksistensi organisasi.
Menurut
Robbins (1984:74), langkah-langkah membuat keputusan adalah[10] :
1)
Memastikan
perlunya membuat keputusan
2)
Mengidentifikasi
criteria keputusan
3)
Menentukan bobot
atau kriteria keputusan
4)
Membangun
beberapa alternative
5)
Mengevaluasi
atau menilai setiap alternative
6)
Memilih
alternatif yang terbaik.
e) Bimbingan
proporsional dari satuan atasan
Pelaksanaan
atau penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah memerlukan bimbingan
secara terus menerus oleh satuan atasan sekolah (Dinas Pendidikan dan
Pengajaran Kabupaten dan Kota serta Kecamatan). Pembinaan dilakukan secara
proporsional dan tidak bersifat pengendalian penu serta tidak dilakukan secara
hirarkis birokratis, tetapi lebih ditekankan kepada diskusi-diskusi tentang
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
f) Sekolah
didorong untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas
Transparansi
dapat diartikan sebagai upaya sekolah yang menganut keterbukaan dalam manajemen
organisasinya. Sedangkan akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban sekolah dalam merealisir programnya dan program itu dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik yang memanfaatkan seluruh jasa-jasanya.
Bentuk
transparansi yang dilakukan manajemen sekolah adalah sikap sekolah yang terbuka
dalam melaporkan program sekolah dan sistem penilaian atau evaluasi yang diakukan
secara objektif. Sedangkan bentuk akuntabilitas sekolah kepada masyarakat
dilakukan melalui usaha sekolah agar tujuan pembelajaran baik berdasarkan
tujuan nasional, tujuan lembaga dan tujuan kurikuler tercapai dengan
sebaik-baiknya.
g) Diarahkan
untuk pencapaian kinerja sekolah
Kinerja
sekolah adalah kinerja pendidikan, kinerja pendidikan adalah pencapaian tujuan
pendidikan yang berlangsung di sekolah. Kinerja sekolah akan tercapai jika
seluruh sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
sekolah. Kinerja sekolah dicapai dengan
pelaksanaan manajemen sekolah, yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, dan melakukan evaluasi terhadap seluruh program yang telah
diselenggarakan.
Pencapaian
kinerja sekolah akan berhasil jika seluruh perangkat sekolah memahami tugas
pokoknya masing-masing. Kinerja sekolah dalam konteks manajemen sekolah secara
umum meliputi hal-hal berikut[11] :
1) Kinerja
kurikulum dan program pengajaran
2) Kinerja
tenaga pendidikan
3) Kinerja
kesiswaan
4) Kinerja
keuangan dan pembiayaan
5) Kinerja
sarana dan prasarana pendidikan
6) Kinerja hubungan sekolah dengan masyarakat
7) Kinerja
layanan khusus.
h) Sosialisasi
secara terus menerus
Sosialisasi
yang dilakukan dalam menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah dapat dilakukan
melalui diskusi, rapat, pertemuan informal, pengarahan dan pembinaan yang
dilakukan secara berkala tanpa memberikan tekanan yang dapat membuat
sekolah-sekolah akan melakukan penolakan.
Sosialisasi
sepertinya adalah kata kunci bagi keberhasilan pada penerapan manajemen
pendidikan berbasis sekolah secara utuh di sekolah-sekolah. Pada tataran
sosialisasi, kekurangan dan kelemahan memiliki manfaat tersendiri, hal itu yang
akan menjadi alat evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya sehingga
ditemukan format efektif dan ideal dalam pelaksanaan yang sebenarnya.
Sosialisasi akan membeikan kesempatan kepada penyelenggara pendidikan untuk
memperoleh informasi seberapa jauh ide perubahan manajemen pendidikan dapat
diterima, baik oleh persekolahan maupun oleh masyarakat.
D.
Tujuan
Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
Tujuan
utama MPBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efisiensi antara lain, diperoleh melalui keleluasan mengelola
sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Melalaui
partisipasi orang tua terhadap sekolah fleksibilitas pengeolaan sekolah dan
kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepla sekolah, berlakunya system
insentif dan disentif. Peningkataan pemerataan antara lain diproleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih
berkonsetrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian
masyarakat tumbuh rasa kepemilikkan yang tinggi terhadap sekolah.
Manajemen
berbasis sekolah juga bertujuan untuk mendirikan atau memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumberdaya untuk meningkatkan mutu
sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan mlakukan
eksperimentasi-eksperimentasi dilingkungan sekolah[12].
Hal
yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah
manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Dr.E. Mulayasa, M. pd
mengungkapkan sekurang-kurangnya ada tujuh komponen yang harus dikelola dengan
baik dalam rangka MBS.
1. Kurikulum
dan Program Pembelajaran
Manajemen
kurikulum dan program pembelajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan
dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada
umunya telah dilakukan oleh departemen pada tingkat pusat. Karena itu level
sekolah yang paling penting adalah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan
kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran.
2. Tenaga
Kependidikan
Manajemen
kependidikan mencakup:
·
Perencanaan
pegawai
·
Pengadaan
pegawai
·
Pembinaan dan
pengembangan pegawai
·
Promosi dan
mutasi
·
Pemberhentian
pegawai
·
Kompensasi
·
Penilaian
pegawai
3. Kesiswaan
Manajemen
kesiswaan merupakan salah satu bidang oprasional MBS, yaitu peranan dan
pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk
sampai keluarnya peserta didik dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan
hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang
lebih luas yang secara operasional dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah[13].
4. Pembiayaan
Dalam
rangka implementasi MBS, manajemen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan
teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dana sekolah
benar-benar dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan tidak ada kebocoran-kebocoran,
serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme.
5. Sarana
dan Prasarana Pendidikan
Manajemen
sarana dan prasarana bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan konstribusi secara optimal pada jalannya
proses pendidikan.
6. Pengelolaan
Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Sekolah
dan masyarakat memilki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah
atau pendidikan secara efektif dan
efisien.
7. Manajemen
Pelayanan Khusus Lembaga Pendidikan
Manajemen
khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih
besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya, sekolah meningkatkan
partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepsek, karyawan) dan
masyarakat (orangtua siswa, masyarakat, ilmuwan dan pengusaha) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan dan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu, esensi MBS adalah otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi
untuk meningkatkan mutu sekolah.
Otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan atau kemandirian dalam mengatur dan mengurus sekolahnya sendiri,
tidak tergantung kepada pihak lain. Kemandirian dalam program sekolah dan
pendanaan merupakan tolak ukur utama kemandirian sekolah. Dengan kemandirian
sekolah yang terus menerus diharapkan akan menjamin keberlanjutan sekolah
(sustainabilitas) sekolah.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai
keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu
sekolah. Dengan cara sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam
menanggapi tantangan yang dihadapi, namun harus tetap sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah
penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru,
siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua, komite sekolah, tokoh masyarakat,
usahawan atau ilmuwan dsb) terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan dan evaluasi
pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini
dilandasi keyakinan bahwa bila semua berpartisipasi maka semua akan mempunyai
rasa memiliki yang tinggi. Hal ini diharapkan akan menciptakan keterbukaan,
akuntabilitas dan kerja tim yang kuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Fattah,
Nanang. Dr. 2000. Manajemen Berbasis
Sekolah, Bandung : CV. Andira
Rachman shaleh Abdul, 2004. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa,
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Siahaan, Amiruddin. Drs. M. Pd, dkk.
2006. Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah, Ciputat : Quantum Teaching
[1] Amiruddin Siahaan, dkk. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah,
(ciputat : Ciputat Press Group, 2006) hlm. 31
[2] Ibid., hlm. 32-33
[4] Nanang Fattah, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung :
CV. Andira, 2000), hlm: 12
[6] Amiruddin Siahaan, dkk. Op.cit., hal. 125
[7] Ibid., hlm. 128
[8] Ibid., hlm. 130
[9] Ibid., hlm. 132
[10] Ibid., hlm. 138
[11] Ibid., hlm. 149
[12] Abdul Rachman shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 227
[13] Ibid., hlm. 231
Makalah yang bagus Sob,
BalasHapusSalam Kenal ja...
Follback in "Sefri Wandana Hasibuan Blog"
bgus sekali ,,, sukses trus yach ... :)
BalasHapusTerima Kasih infonya,
BalasHapusSangat membantu,
SAlam Sukses Selalu.